Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau biasa disebut dengan DPR RI merupakan lembaga legislatif yang sesungguhnya menjadi wajah
rakyat duduk di pemerintahan, namun beberapa gejolak politik yang terjadi dalam tahun politik ini mengguncang panas panggung parlemen.
Terdapat beberapa manuver yang dilakukan oleh eksekutif belakangan ini membuat lembaga legislatif sebagai pengawas dari presiden harus bertindak
sebelum terjadinya keadaan yang merugikan dan haus akan kekuasaan. Dalam sistem politik trias politica, lembaga legislatif terutama DPR RI
mempunyai tiga fungsi utama berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“UU MD3”).
Ketiga fungsi tersebut diantaranya adalah:
- Laporan Awal Dana Kampanye (LADK)
- Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK)
- Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye
Ketiga fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran dijalankan dalam bentuk representasi rakyat, dan juga untuk mendukung upaya Pemerintah dalam melaksanakan politik luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketika kita membahas dalam fungsi pengawasan terdapat hak DPR RI yang diberikan oleh Undang-Undang supaya fungsi pengawasan dapat berjalan maksimal. Hak DPR RI yang diberikan diantaranya Hak Interpelasi, Hak Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat. Lantas apakah Hak Angket yang diberikan kepada DPR RI menjadi senjata yang tepat untuk menanggulangi dugaan kecurangan pemilu? Atau menjadi hambatan dalam perjalanan demokrasi Indonesia mengingat sejauh ini pemilu masih berjalan sesuai prosedur?
Hak Angket yang Dimiliki DPR RI
Hak angket sendiri merupakan kewenangan khusus DPR RI untuk menyelidiki penerapan suatu undang-undang atau kebijakan hukum oleh pemerintah yang penting, strategis dan berdampak luas kepada masyarakat, dengan dugaan ada penerapan tersebut justru bertentangan dengan hukum yang ada. Hak angket merupakan instrumen yang sangat penting untuk dapat mengawasi Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, dan Pemimpin Lembaga Pemerintahan lainnya diluar dari Kementrian. Adapun syarat yang harus dipenuhi para anggota legislatif untuk mengajukan hak angket telah tercantum dalam Pasal 199 ayat (1) hingga ayat (3) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yaitu:
- Diusulkan oleh paling sedikit 25 orang anggota DPR dan lebih dari 1 fraksi
- Pengusulan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan dokumen yang memuat paling sedikit materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki dan alasan penyelidikan
- Mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR yang hadir
Dalam rapat paripurna DPR, akan diputuskan mengenai hasil hak angket yang telah dilakukan. Jika diputuskan pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat. Namun, jika diputuskan tidak bertentangan, usul hak angket dinyatakan selesai dan materi tidak dapat diajukan kembali pada periode masa keanggotaan DPR yang sama.
Sejatinya penggunaan hak angket oleh anggota fraksi di DPR RI yang dilakukan karena ingin memperjuangkan aspirasi rakyat termasuk calon presiden dan wakil presiden tidak boleh untuk ditolak secara konstitusional, karena hal tersebut dilindungi dengan baik oleh konstitusi yang tertuang dalam Pasal 20A ayat 2 UUD NRI 1945. Salah satu pasangan calon dalam kontestasi pemilu 2024 bersama dengan partai pengusungnya ingin mengajukan hak angket di DPR RI, hal ini dilakukan karena adanya dugaan bahwa produk hukum yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi dan kebijakan pemerintah belakangan ini merupakan sebuah kecurangan pemilu.
Penggunaan hak angket dapat mengatasi kecurangan pemilu
Banyak pihak yang menyarankan DPR menggunakan hak angket yang dimiliki guna menyelidiki presiden saat ini dalam manuver politik yang dilakukan. Maka timbul juga banyak pertanyaan, apakah usulan yang diberikan ini sudah tepat? Apakah hak angket dapat mengatasi kecurangan pemilu? Terkait dengan hal ini, pakar ilmu politik Universitas Airlangga (UNAIR), Ali Sahab SIP MSi, memberikan tanggapan. Menurutnya, penggunaan hak angket sebenarnya merupakan hal yang lumrah dan konstitusional. Ia menganggap penggunaan hak angket justru bagus sebagai saluran ketika terjadi suatu konflik.
“Pengajuan hak angket dapat dilakukan oleh sebagian anggota DPR yaitu minimal 25 orang dan disetujui lebih dari 50% anggota DPR. Selain itu keputusannya berdasar atas persetujuan lebih dari 50% anggota DPR yang hadir pada saat itu,” papar Ali kepada UNAIR NEWS pada Sabtu (9/3/2024). Hal yang sebenarnya tidak biasa dilakukan oleh DPR dengan menggunakan hak angket dalam hal menyelidiki kecurangan pemilu, bahwa sebenarnya masih ada cara lain seperti diajukan kepada Mahkamah Konstitusi yang memang berwenang untuk mengatasi sengketa hasil pemilu. Namun tetap, secara teori hak angket ini dapat digunakan oleh DPR selama kebijakan pemerintah tersebut mempunyai dampak yang luas didalam masyarakat. Jika kebijakan pemerintah disalahgunakan untuk membuat kecurangan pemilu, tentu hal ini mempengaruhi seluruh tatanan masyarakat yang akan dirugikan. Seluruh bagian dari negara Republik Indonesia harus turut mengambil peran untuk menjaga Pemilu 2024 tetap menggunakan prinsip free and fair, dan yang terpilih merupakan benar-benar pemimpin bangsa yang sangat berkompeten dan mencintai bangsa Indonesia.
Memaksakan Hak Angket Merupakan Kemunduran Demokrasi
Pengamat politik sekaligus Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI) Saiful Anam mengemukakan upaya memaksakan hak angket di DPR yang dilakukan sejumlah partai politik merupakan kemunduran demokrasi. "Jika tetap dipaksakan atau diselesaikan melalui hak angket, justru ini merupakan kemunduran demokrasi dan akan memperkeruh bangunan demokrasi yang selama ini sudah dibangun," kata Saiful Anam dihubungi di Jakarta, Selasa, 5 Maret 2024. Menurut ia, parpol seharusnya memanfaatkan kewenangan dari lembaga-lembaga negara yang ada, sesuai kewenangan yang diberikan oleh konstitusi tentang pemilu, seperti Mahkamah Konstitusi dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Pemilu di era reformasi sekarang ini merupakan hasil dari suara rakyat sesungguhnya. Menempatkan rakyat sebagai hierarki tertinggi dengan pemilihan secara demokratis, itu sebab-nya jika terdapat dugaan kecurangan terhadap hasil pemilihan umum maka diperlukan lembaga khusus untuk mengatur hal tersebut. Dengan sistem pemerintahan demokrasi, negara Indonesia pada tahun 2003 membentuk Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan yang mempunyai 4 kewenangan limitatif dan 1 fungsi yang diatur dalam UUD 1945. Diantaranya terdapat kewenangan untuk mengatasi hasil kecurangan pemilu, oleh sebab itu terdapat banyak pihak juga yang menyayangkan jika DPR RI harus menggunakan hak angket nya padahal dapat melalui jalur peradilan yang dikhususkan dalam mengatasi kecurangan pemilu, dinilai hal ini merupakan kemunduran dalam sistem demokrasi kita.
Sikap DPM UNTAR
Gejolak panas selama pemilu 2024 kemarin membuat masyarakat khawatir akan stabilitas nasional kedepannya. Kami lembaga DPM UNTAR berharap baik lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif dapat bersaing serta bekerjasama secara profesional selama masa pemilu dan tetap memperhatikan kesejahteraan rakyat. Hak Angket yang diajukan selama dapat membantu jalannya demokrasi di negara Indonesia tentu merupakan hal yang dapat didukung untuk dilakukan. Hanya saja jika dapat digunakan hanya sebagai melempar bola api atau tuduhan semata tanpa landasan yang kuat maka hanya akan merusak sistem demokrasi. Pemilu 2024 menjadi kunci keberhasilan Indonesia selanjutnya, mari bersama kita jaga dan wujudkan bersama-sama.
REFERENSI:
Artikel Online
- Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, “Hak DPR RI”, diakses melalui laman https://www.dpr.go.id/tentang/hak-dpr
- Wila Wahyuni, “Mengenal Hak Angket DPR”, 26 Februari 2024, diakses melalui https://www.hukumonline.com/berita/a/mengenal-hak-angket-dpr-lt65dc3fa65767c/
- Fauzi, “Pengamat: Memaksakan Hak Angket merupakan Kemunduran Demokrasi”, 15 Maret 2024, diakses melalui: https://www.antaranews.com/berita/3996474/pengamat-memaksakan-hak-angket-merupakan-kemunduran-demokrasi
Peraturan Perundang-undangan
- Indonesia, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
- Indonesia, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.