RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual: Harapan Bagi Korban Kasus Kekerasan Seksual?

Menurut RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.

Menurut RUU TPKS, ada lima bentuk kekerasan seksual, yaitu:
1.Pelecehan seksual (Pasal 2);
2.Pemaksaan memakai alat kontrasepsi (Pasal 3);
3.Pemaksaan hubungan seksual (Pasal 4);
4.Eksploitasi seksual (Pasal 5); dan
5.Tindak pidana kekerasan seksual yang disertai dengan perbuatan pidana lain (Pasal 6).

Berikut adalah perjalanan RUU TPKS dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas di DPR RI:
1.Pada penambahan Prolegnas 2015-2019, RUU TPKS (semula bernama RUU Penghapusan Kekerasan Seksual atau PKS) masuk dalam Prolegnas Prioritas 2016.
2.Di tahun 2020, RUU PKS dikeluarkan dari Prolegnas Prioritas dikarenakan menunggu pengesahan RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang nantinya akan sangat berkaitan dengan RUU PKS dari sisi penjatuhan sanksi.
3.Pada tahun 2021, RUU PKS kembali masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas dan terjadi perubahan nama menjadi RUU TPKS. Draft RUU TPKS saat ini berisi 11 bab yang terdiri atas 40 pasal serta terdapat lima bentuk kekerasan seksual yang diatur dalam naskah terbaru RUU TPKS.

Berdasarkan data dari catatan tahunan KOMNAS Perempuan mulai tahun 2016 hingga 2019, total kasus kekerasan secara spesifik terhadap perempuan selalu mengalami peningkatan yang tajam dan cenderung menurun pada tahun 2020. Ratusan ribu kasus setiap tahun merupakan suatu ironi yang menunjukkan bahwa payung hukum yang berlaku di Indonesia masih belum efektif untuk menanggulangi kekerasan terhadap perempuan.

Ada sejumlah alasan bahwa RUU TPKS harus segera disahkan, yaitu:
1.RUU TPKS memasukkan materi edukasi penghapusan kekerasan seksual yang selama ini selalu dianggap tabu, namun sebenarnya merupakan hal penting dalam meningkatkan pencegahan terjadinya kekerasan seksual.
2.RUU TPKS dinilai dapat mencegah atau mengurangi kekerasan seksual karena dalam isi kebijakannya sudah mencakup aspek pidana, aspek pemulihan, dan upaya penghapusan kekerasan seksual.
3.RUU TPKS memperluas jangkauan perilaku yang termasuk kekerasan seksual.
4.Kebijakan RUU TPKS dirasa dapat memberikan perlindungan dan pemulihan korban, termasuk dengan melibatkan peran masyarakat dan tokoh daerah.
5.Menurut Andy Yentriyani selaku Komisioner KOMNAS Perempuan, kajian akademik RUU TPKS telah dilengkapi analisis dan kajian yang mengambil contoh dari dalam dan luar negeri. Maka, urgensi pengesahan RUU TPKS baik secara teori maupun fakta lapangan sudah sangat mumpuni.
6.Saat ini hukum di Indonesia dirasa belum dapat memfasilitasi isu pelecehan seksual dengan baik. Hanya ada pasal 280 hingga pasal 296 dalam KUHP yang dinilai kurang spesifik dan belum cukup kuat dalam melindungi korban.


KESIMPULAN:

Pencegahan dibutuhkan dalam mengurangi terjadinya hal serupa kekerasan seksual yang akan terjadi. Pada prinsipnya, RUU TPKS secara tegas bertujuan untuk menanggulangi segala bentuk tindakan kekerasan seksual dengan cara menangani, melindungi, dan memulihkan korban, serta menindak pelaku dan mewujudkan lingkungan bebas dari kekerasan seksual. Berdasarkan data total kasus kekerasan terhadap perempuan setiap tahun yang cenderung meningkat, hal tersebut menunjukkan bahwa perempuan di Indonesia yang rentan menjadi korban kekerasan belum berada dalam lingkungan yang aman. Hal ini seharusnya menjadi teguran bagi pemerintah dalam memberikan kepastian hukum agar dapat melindungi dan memberikan keadilan bagi korban. Komnas Perempuan juga menegaskan bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan semakin meningkat merupakan suatu fakta yang meneguhkan bahwa semakin dibutuhkannya instrumen hukum yang melindungi perempuan dari segala bentuk kekerasan, khususnya kekerasan seksual. Maka dari itu, RUU TPKS harus segera disahkan.

“... korban kasus kekerasan seksual, sering mendapatkan stigmatisasi yang kuat, mereka disalahkan saat melapor dan menyebabkan keengganan untuk melapor hingga banyak penyelesaian kasus di luar ranah hukum.”
– Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, S.E., M.Si. (29 Juni 2020)

REFERENSI:
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
https://www.dpr.go.id/doksileg/proses2/RJ2-20170201-043128-3029.pdf.
Diakses pada 5 Oktober 2021

The Body Shop. Perjalanan Komnas Perempuan dan RUU PKS.
https://www.tbsfightforsisterhood.co.id/content/01-Jan-1970/perjalanan-komnas-perempuan-dan-ruu-pks.
Diakses pada 5 Oktober 2021

Wisnubrata. Melawan Kekerasan Seksual, Mengapa RUU PKS Harus Disahkan?.
https://lifestyle.kompas.com/read/2021/01/25/144021920/melawan-kekerasan-seksual-mengapa-ruu-pks-harus-disahkan.
Diakses pada 6 Oktober 2021