Upaya rekodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebenarnya sudah
dicanangkan semenjak tahun 1963 silam. Tepatnya, pada saat kegiatan Seminar Hukum
Nasional I di kota Semarang. Namun pada nyatanya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (RKUHP) yang sudah dicanangkan selama setengah abad ini tak kunjung usai dibahas
dan disahkan menjadi KUHP nasional. Pemerintah dan DPR telah memberikan sinyal bahwa
RKUHP akan disahkan pada bulan Juli 2022 lalu. Namun, sosialisasi mengenai draft RKUHP
yang terbaru belum dilakukan secara efektif dan menyeluruh kepada seluruh masyarakat.
Masih terdapat banyak masyarakat yang belum mendapatkan informasi mengenai draft
RKUHP terbaru. Presiden Joko Widodo memberikan arahan kepada jajarannya untuk segera
mengatasi polemik yang terjadi mengenai sosialisasi RKUHP yang belum menyeluruh ini.
Presiden Joko Widodo juga menyatakan membutuhkan kritik dan saran dari warga masyarakat
terkait isi dari RKUHP yang nantinya akan menjadi KUHP nasional.
RKUHP yang saat ini sedang dalam tahap pembahasan dan diharapkan dapat segera disahkan,
dipandang sudah sesuai dengan keadaan dan perkembangan kehidupan bermasyarakat dalam
berbangsa dan bernegara. Hal ini diungkapkan oleh anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan,
"Dipastikan RUU ini harus beradab dan tetap humanis. Kami pun telah mendengar keluh kesah
serta aspirasi masyarakat. Jadi selalu memberi ruang dalam berdialektika kebangsaan,"
terangnya pada Diskusi Forum Legislasi, Media Center DPR, Senayan, Selasa (7/6/2022).
KUHP yang berlaku pada saat ini merupakan warisan kolonial Belanda dan dianggap sudah
tidak lagi relevan dengan keadaan bangsa Indonesia pada saat ini. Selain itu, RKUHP dianggap
pula lebih dekat dengan junjungan filosofis Pancasila, UUD, dan juga norma pada masyarakat.
Kurangnya sosialisasi secara menyeluruh mengenai RKUHP kepada masyarakat umum
dianggap menjadi salah satu faktor RKUHP ini tak kunjung rampung. Masyarakat
mempertanyakan keterlibatan mereka sebagai individu bangsa Indonesia didalam pengesahan
RKUHP ini. Karena keterlibatan masyarakat dalam memberikan kritik dan masukan mengenai
pembahasan materi dan atau proses penyusunan undang-undang dijamin dalam Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Undang-Undang.
Selain kurangnya sosialisasi kepada masyarakat ternyata ada permasalahan lain yang menjadi
alasan RKUHP ini tak kunjung dapat disahkan. Salah satunya RKUHP dianggap terlalu
mengatur ranah privat dari warga negara. Terdapat banyak kekhawatiran yang timbul oleh para
ahli terhadap RKUHP yang akan disahkan. Kekhawatiran yang mungkin saja bisa terjadi yaitu
peningkatan perkawinan anak di masa mendatang. Hal ini mengacu kepada pasal 417 ayat (2)
yang membuat perzinaan masuk kedalam delik aduan dengan para pihak yang bisa melaporkan
adalah suami atau istri, orang tua, dan anak. Pasal ini berpotensi memberikan kewanangan
kepada orang tua untuk melaporkan anaknya apabila ada kekhawatiran mengenai hal tersebut.
Mengingat berdasarkan data dari UNICEF pada 2017 Indonesia menduduki peringkat 7 terkait
perkawinan anak di dunia, Indonesia juga menduduki posisi kedua di ASEAN berdasarkan data
dari Council of Foreign Relation. Pernyataan mengenai pasal 417 ayat (2) yang sudah terlalu
mengatur ranah privat warga negara didukung dengan pendapat dari Direktur Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur "Pengaturan ini dimaksudkan
untuk mencegah hukum pidana masuk terlalu jauh ke ranah privat, dan mencegah hukum
pidana tidak mengintervesi hubungan personal, termasuk hubungan keluarga," pungkas Isnur.
Aktivitas seksual merupakan ranah privat yang harus dilindungi selama kegiatan tersebut
dilakukan secara konsensual, tidak ada kekerasan. Hal yang seharusnya diatur didalam RKUHP
adalah hal yang menyangkut moralitas publik, bukan kehidupan pribadi warga negaranya.
Permsalahan yang terjadi didalam RKUHP ini bertentangan dengan Pasal 28 UUD RI 1945
yang menjamin perlindungan terhadap hak pribadi warga negara. Yang dimana seharusnya
undang-undang berfungsi untuk melindungi hak atas privasi, tetapi malah berpotensi untuk
merusak hak tersebut.
KESIMPULAN:
Diperlukan pembahasan lebih lanjut dan sosialisasi lebih menyeluruh dari pemerintah kepada
warga masyarakat terkait RKUHP yang nantinya akan menjadi KUHP nasional. Mengingat
masih terdapat beberapa pasal yang menjadi permasalahan di masyarakat, maka RKUHP ini
harus dibahas dan dipertimbangkan lagi sebelum nantinya benar-benar akan disahkan.
Terutama terdapat beberapa pembahasan RKUHP yang sudah terlalu mengatur kedalam ranah
privat warga negara. Selain itu, perlu pula memperhatikan ketentuan dalam keterlibatan
masyarakat dalam memberikan kritik dan masukan mengenai pembahasan materi dan atau
proses penyusunan undang-undang yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Undang-Undang.
SIKAP DPM UNTAR:
MENOLAK RKUHP jika DPR RI tidak mengadakan pembahasan ulang untuk melakukan
revisi dan evaluasi mengenai beberapa pasal-pasal yang bersifat kontroversial dan tidak
adanya keterlibatan, serta sosialisasi kepada masyarakat mengenai hasil dari pembahasan
RKUHP.
“Jangan sampai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menjadi hewan liar yang
sengaja dilepas menerkam siapa saja semua bisa kena kecuali tuannya sendiri” - Jurnalis,
Pembawa Acara, dan Pendiri Narasi.tv, Najwa Shihab, S.H., LL.M. (28 Juni 2022)
REFERENSI:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Thea, Ady. Pengaturan Ranah Privat dalam RKUHP Dinilai Sesat Pikir.
https://www.hukumonline.com/berita/a/pengaturan-ranah-privat-dalam-rkuhp-dinilai-sesat-
pikir-lt60b4c1ac622ec/. Diakses pada 20 Agustus 2022.
RUU KUHP Telah Menyerap Aspirasi Masyarakat Indonesia.
https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/39168/t/RUU+KUHP+Telah+Menyerap+Aspirasi+Mas
yarakat+Indonesia/ Diakses Pada 20 Agustus 2022.
YLBHI Kritik Pasal Zina RKUHP Berpotensi Picu Perkawinan Anak.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220528035748-12-802074/ylbhi-kritik-pasal-zina-
rkuhp-berpotensi-picu-perkawinan-anak/ Diaksep Pada 21 Agustus 2022.