Revisi Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada saat ini menjadi isu yang menggantung di ruang legislasi Indonesia. Perdebatan seputar revisi ini mencerminkan dinamika politik nasional yang kompleks, melibatkan kepentingan pemerintah, partai politik, dan masyarakat. Isu ini mengemuka karena dianggap berpotensi mengubah mekanisme pemilihan yang selama ini dijalankan, termasuk sistem pemilu, jadwal pemilu serentak, serta mekanisme pelaksanaan pilkada.
Revisi tersebut dianggap penting untuk menyesuaikan regulasi dengan perkembangan politik dan kondisi lapangan. Namun, ada pula kekhawatiran mengenai implikasi negatifnya terhadap kualitas demokrasi, partisipasi masyarakat, serta netralitas penyelenggara pemilu.
Pada tahun 2025, diskusi mengenai revisi Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada kembali mencuat. Meskipun telah masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2025, proses revisi ini belum menunjukkan perkembangan signifikan. Perdebatan seputar metode revisi, antara kodifikasi dan omnibus law, menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi lambatnya progres legislasi.
Metode Revisi: Kodifikasi vs Omnibus Law
Metode ini menggabungkan berbagai peraturan terkait pemilu dan pilkada ke dalam satu undang-undang yang komprehensif. Tujuannya adalah untuk menyederhanakan regulasi dan menghindari tumpang tindih aturan.
Apabila metode kodifikasi digunakan untuk merevisi Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada. Maka, pembentuk Undang-Undang harus mencabut Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada, kemudian melahirkan Undang-Undang baru yang isinya mengubah sebagian substansi Undang-Undang Pemilu serta memasukkan ketentuan dari Undang-Undang Pilkada menjadi satu kesatuan bab.
Pendekatan ini melibatkan perubahan atau pencabutan beberapa undang-undang sekaligus dalam satu regulasi baru. Meskipun dapat mempercepat proses legislasi, metode ini sering kali menimbulkan kontroversi karena dianggap kurang partisipatif dan berpotensi mengabaikan detail penting dalam setiap undang-undang yang direvisi.
Apabila metode omnibus digunakan untuk merevisi Undang-Undang Pemilu, pembentuk UU akan merevisi Undang-Undang Pemilu yang sebagian isinya merupakan hasil dari mencabut dan atau mengubah Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada. Namun, Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada yang lama tetap berlaku karena kehadiran omnibus Undang-Undang Pemilu tidak mencabut kedua Undang-Undang tersebut.
Dampak Potensial dari Revisi
Bertujuan untuk memperbaiki sistem demokrasi dengan membuat pilkada lebih transparan. Revisi ini juga akan meningkatkan keterlibatan perempuan dalam politik dan mempermudah regulasi, sehingga lebih mudah dipahami dan diterapkan. Dengan perubahan ini, kualitas demokrasi diharapkan semakin baik melalui sistem yang lebih inklusif, efisien, dan partisipatif, yang pada gilirannya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu dan pilkada.
Revisi Undang-Undang yang tepat dapat memperkuat demokrasi di tingkat lokal dengan memastikan proses pilkada yang lebih transparan dan akuntabel.
Dengan memasukkan ketentuan yang mendukung keterlibatan perempuan, revisi Undang-Undang dapat mendorong peningkatan partisipasi politik perempuan dan mencapai representasi yang lebih seimbang.
Metode revisi yang efektif dapat menyederhanakan regulasi pemilu dan pilkada, sehingga memudahkan implementasi dan pemahaman oleh semua pihak terkait.
Dengan revisi yang tepat, diharapkan kualitas demokrasi dapat ditingkatkan melalui penyempurnaan mekanisme pemilu dan pilkada yang lebih transparan, akuntabel, dan partisipatif.
REFERENSI:
- https://www.kompas.id/artikel/menimbang-metode-revisi-uu-pemilu-dan-uu-pilkada-kodifikasi-atau-omnibus
- https://www.kompas.id/artikel/revisi-uu-pemilu-dan-uu-pilkada-mendesak-tetapi-mengapa-tak-kunjung-dimulai
- https://www.antaranews.com/berita/4544442/bawaslu-dorong-revisi-uu-pemilu-pilkada-kuatkan-keterwakilan-perempuan